Menggali "Ruang" Kota Dari Sudut Pandang Lanskap

Jelasnya kota dihuni oleh sebagian orang yang mampu beradaptasi. Adaptasi yang dimaksud mengarah pada kemampuan menyesuaikan dengan konteks lingkungan sekitar, berkomunikasi dengan manusia dengan latar belakang budaya dan kebiasaan yang beragam, hingga penyesuaian diri terhadap rutinitas aktivitas sekitar. Hal ini mengakibatkan terjadinya gesekan yang berdampak pada pengambilan keputusan terhadap tindakan di dalam suatu ruang adaptifnya.  

Kota terdiri atas ruang-ruang yang saling menggantikan, apalagi ditambah dengan kehadiran ruang yang tidak secara nyata hadir tapi saling beririsan. Ruang digital ini menggantikan ruang berkomunikasi dan sosialisasi, sehingga terkadang sekitarnya menjadi terabaikan. Lanskap akan dibahas secara meluas mencakup ruang nyata dan maya. Terkait dengan eksistensi pengguna (user) akan terjadi dwifungsi dalam penggunaan ruang, ruang privasi pun kini sengaja untuk dipublikasikan. Mereka akan mencari ruang untuk menunjukan eksistensinya, ditambah dengan memperindah ruang yang seharusnya tidak layak. Memperindah ini terkait dengan aktivasi 'filter' pada komponen smart gadget. Terkadang tidak hanya bernilai negatif untuk menghakimi ruang yang dianggap tidak layak atau memberikan dukungan terhadap nilai ruang tersebut. Pemberian nilai ini biasanya akan disertai dengan narasi terbaik.

Kita pernah mengetahui dan mengenal fenomena seperti Citayam Fashion Week's, yang sebenarnya moment tersebut hanya terjadi di sebuah zebracross di salah satu area di Kawasan Dukuh Atas, Jakarta. Peristiwa ini tidah hanya terkenal/viral di media sosial, namun juga memberikan wajah baru bagi area disekitarnya. Adapun penambahan aktivitas yang melengkapinya. Citayam Fashion Week's hanya bertahan beberapa saat, karena keberadaannya justru mengancam keteraturan lalu lintas, yang artinya dianggap mengganggu untuk beberapa orang yang tidak memiliki ketertarikan atau sekedar tidak menginginkan aktivitas tersebut. Hal ini sebenarnya menunjukan pengguna ruang di sekitar kita ini memiliki kedudukan, fungsi, dan kepentingan yang berbeda-beda. Mereka yang tidak setuju bahkan memberikan respon negatif atas peristiwa tersebut. Respon negatif ini bukan tanpa sebab, dam[ak dari peristwa tersebut tentu yang sangat menonjol adalah sampah dan kemacetan. Kita tidak bisa memungkiri bahwa kesadaran manusia di Indonesia apalagi di Jakarta masih sangat rendah, terutama masalah sampah dan ketertiban. 

Berkenaan dengan pemahaman ruang saat ini, kita bahkan tidak bisa memisahkan antara yang nyata dan maya. Keduanya saling melengkapi, responnya berupa konfirmasi ketika seseorang ingin melihat yang sebenarnya dibandingkan hanya tergambar di media sosial. Pemahaman lanskap yang dimaksud bukan sebuah taman dengan berbagai jenis tanaman yang ditanam, melainkan suatu bentang dengan segala komponen penyusunya, termasuk bangunan, softscape dan hardscape, udara, suhu, ragam aktivitas, kedudukan aktor/penggunanya, hingga psikologi masing-masing penggunanya. Dapat dikatakan lanskap merupakan penciptaan sebuah moment yang disengaja atau tergantung pengguna dalam mendefinisikan pengalamannya masing-masing.   

Kota dijelaskan sebagai penghimpun dari suatu aktivitas yang kompleks dan bertingkat. Bertingkat yang dimaksud yaitu memiliki klimaks dengan tujuan yang lebih spesifik. Tujuan spesifik ini memiliki pemahaman terantung dari keinginan pengguna untuk memikirkan, hingga proses menuju ke lokasi/area yang diinginkannya. Setiap orang mengingikan pengalamannya dengan berbagai opsi rute menuju ke area tertentu di kawasan sesuai keinginannya. Hal ini sebenarnya sesuai dengan pemahaman definisi kota menurut Rapoport (1983) yang mendefinisikan sebuah kota sebagai pemukiman relatif besar yang permanen dan padat, terdiri dari kelompok individu yang sosial-heterogen (Rapoport, A. (1983). The Meaning of the Built Environment: A Nonverbal Communication Approach. In U.S.A: Sage Publications-Beverly Hill.). Ketika ragam pengguna telah mencapai keinginannya, mereka akan melakukan afirmasi yang mana akan menciptakan sebuah momentum dimana seseorang akan mengakui kehadirannya pada kondisi dan waktu tertentu. Mereka selanjutnya akan memilih dan memutuskan untuk tidak atau bahkan kembali untuk menikmati pengalaman yang sama atau sekedar kemudian mengajak lainnya untuk bergabung dengannya di kemudian hari. 

Lanskap perkotaan menunjukan gejala yang mana membuat alam bawah sadar, pengalaman, sampai dengan persepsi akan diterima dan diinterpretasikan oleh indera kita menjadi satu kesatuan yang memunculkan sebuat pelekatan brand tertentu/identitas khusus. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Lynch yang menyatakan “Identity is the extent to wich a person can recognize or recall a place as being distinct from other places as having vivid, or unique, or at least a particular, character of its own” Dari defenisi tersebut, dapat dikatakan bahwa identitas adalah suatu kondisi saat seseorang mampu mengenali atau memanggil kembali (ingatan) suatu tempat yang memiliki perbedaan dengan tempat lain karena memiliki karakter dan keunikan. Identitas adalah hal mendasar yang sangat penting. Hal ini dikarenakan identitas adalah sesuatu yang digunakan untuk mengenali, membedakan suatu tempat dengan tempat lainnya (Lynch, K. (1988). The Image of the City. In Urban Affairs Quarterly (Vol. 24, Issue 1). The M.I.T. Press.) 

Lanskap bukan sekedar ruang hijau, melainkan ruang yang memberi arti atas peristiwa tertentu, hingga aktivitas yang mengarahkan penggunanya. Lanskap memiliki arti keterpaduan antar komponen pembentuknya. Lanskap merupakan padu padanan yang masing-masing komponennya dapat dipilih dan dapat dipilah sesuai dengan arahan dan tujuan pembentukannya. Misal kita akan membuat ruang terbuka atau yang sering kita sebut dengan plaza yang berada di area penerimaan sebuah stasiun kereta api yang memiliki nilai history yang kuat. Tentunya hal ini kan berbeda penggunaan jenis dan tipe komponennya dengan area plaza di tengah-tengah gedung pencakar langit, atau bahkan sekedar ruang terbuka yang berfungsi pengumpul aktivitas untuk menikmati sunset di tepian pelabuhan/pantai. 

"Pada kondisi ini kita akan dapat lebih memahami peranan tahapan perencanaan dan perancangan oleh arsitek lanskap (landscape architect) dalam menghimpun gejala, menjelaskan momentum, sampai dengan menentukan aktivitas apa saja yang akan diberlakukan pada ruang tersebut. Terkait dengan sudut pandang lanskap, maka setiap kota memiliki elemen tertentu yang menunjukkan keunikan dan membedakannya dari kota lain melalui identitasnya sebagai susunan bentuk kota itu sendiri. Seluruh karakterfisik dan non-fisik kota bergantung dan memiliki dampak pada komposisi elemen pembentuk kotanya, baik dari tatanan segi sosial, budaya, ekonomi, bahkan sejarah dan cerita/mitos. Kemampuan berdaptasi menjadi hal penting untuk membaca seberapa besar pengaruh ruang tersebut terhadap eksistensi dalam mengartikan pengalamannya."  

Comments

Popular Posts