Dasar Pemahaman Ruang Simpatik "Symphathetic Space" Pada Konteks Lanskap Perkotaan

Ruang simpatik? menurut kalian pendefinisian ini hanya sekedar sebutan saja? Ruang simpatik ini sebenarnya mengarah pada tindak yang sengaja eksplorasi ruang dan kesensitifannya, terutama terhadap pergerakan. Dalam memahami sympathetic space, dapat dilihat pada studi kasus di Stasiun bogor yang mana kawasan ini tentunya memiliki aktivitas yang padat dan pergerakan yang serba cepat di jam-jam tertentu. Stasiun Bogor dipilih karena menjadi objek yang mengalami pengaruhi yang berbeda pada kondisi pagi, siang, dan malam. Ruang simpatik (sympathetic space) hakikatnya memang sangat dipengaruhi oleh pengaruh lingkungan dan alam itu sendiri. 

Para pengguna kereta rel listrik (KRL) di Jabodetabek telah akrab dalam menggunakan moda transportasi massal ini. Mereka memiliki tujuan dari/ke Bogor-Jakarta dengan jam terpadat yaitu di pagi hari (jam masuk kerja berkisar jam 5.00-8.00 WIB) dan sore hari (jam pulang kerja berkisar jam 17.00-21.00 WIB). Ruang Simpatik berusaha melihat gejala cara seseorang atau yang kita sebut lebih lanjut dengan istilah pengguna/commuter untuk memilih rute tempuhnya terutama di sekitar kawasan Stasiun Bogor.  

Dalam menanggapi situasi yang ada, baik itu pergerakan yang padat, aktivitas menunggu, hingga berlarian mengejar kereta sesuai dengan jam yang mereka inginkan, setiap pengguna akan saling beririsan dengan ragam aktivitas lainnya. Hal ini mengakibatkan adanya respon sensitif berupa penyesuaian diri, baik dengan aktivitas lainnya maupun pengaruh oleh gejala alam yang terjadi. Gejala alam ini berupa hujan, panas, berangin, atau hanya sekedar dinyatakan sebagai persepsi perasaan kita terhadap lingkungan tersebut. Tentunya hal ini mempengaruhi respon psikologi ruang terhadap aktivitas yang terjadi. Aktivitas terhadap respon psikologi ruang ini akan berdampak pada identitas atau branding pada suatu kondisi lingkungan tertentu, sehingga akan mencirikan kekhasan yang akhirnya terekam dan terletak antara pada cara kita dalam 'membaca gejala' yang spesifik. Membaca gejala didefinisikan sebagai seberapa besar kapasitas seseorang dalam membaca dan mengolah kondisi ruang terhadap efek perubahan lingkungan baik secara spontan maupun sesuai pengalamannya.  

Hubungan antara membaca gejala dan perubahan lingkungan ini memiliki penahaman yang berbeda dengan adaptasi. Perbedaan yang menonjol yaitu pada tingkat sensitifitasnya, karena membaca gejala merupakan penerusan sifat dari adaptasi itu sendiri. Sensitifitas ini dapat dilihat pada aspek seberapa besar pengetahuan dan banyaknya ragam/jenis aktivitas seseorang pada suatu kondisi tertentu untuk menduplikasi, memutarbalikkan, mempertentangkan, mempadupadankan, hingga hubungan sebab-akibat. Kondisi ini akhirnya mendefinisikan 'membaca gejala' pada tingkat fleksibilitas yang tinggi dalam menanggapi antara aktivitas (dapat sebelum atau sesudah kejadian) dan ruang yang dihadapinya. 

Hal ini dapat dijelaskan pada kondisi seseorang menuju ke Stasiun Bogor, pasti akan memiliki waktunya sendiri yang mana kondisi itu tentu berusaha membuat nyaman dirinya, misal pada kondisi tidak macet, bahkan sampai memungkinkan dapat bangku di dalam kereta. Mekanisme kerangka berpikir ini akan membuat seseorang tersebut akan memilih waktu berangkat, rute, jenis dan kecepatan kendaraan, menentukan dimana harus turun dari kendaraan (apabila menggunakan transportasi umum).  Selain memilih aksi yang diinginkan, seseorang juga berusaha menerapkan apa yang telah menjadi pengalamannya sampai dengan saat ini. Teknik ini sebenarnya menempatkan seseorang pada pemahaman konteks lokasi, tidak hanya sekedar fisik, namun aspek non-fisik juga yang melibatkan stimulasi indera. 

Simulasi semacam ini menempatkan seseorang pada pemetaan ruang yang mempengaruhi indera manusia, ruang sengaja dijadikan sebagai objek mendapatkan reaksi atas aksi tertentu yang sengaja direkam. Rekam jejak ini telah melibatkan unsur alam untuk menempatkan beragam aktivitas melalui indera yang akan mendapati konsekuensi atas aksinya. Sebenarnya langkah ini mempermudah seseorang dalam membaca situasi pada kondisi khusus, misalnya di Stasiun Bogor.

Stasiun Bogor dikenal sebagai lokasi strategis bagi para penggunanya untuk mempermudah mereka ke/dari Jakarta, apalagi bagi para pekerja. Mereka mengetahui secara baik bahwa stasiun ini akan penuh pada jam sibuk kerja, bahkan akan siap-siap berdesakan di dalam kereta apabila langkah yang terlalu lamban. Setiap orang berusaha lari/berjalan cepat dari area parkir, penerimaan, hingga peron, sampai ke dalam kereta, apalagi pada jam sibuk kerja yaitu pagi dan sore. Setiap orang akan menjadikan waktu sebagai penanda, misalnya mereka akan berangkat dan sampai di Stasiun Bogor pukul 05.00 WIB. Mereka telah melakukan penandaan untuk beberapa area, bahkan mengukur jarak tempuh. Kondisi akan berbeda pasa saat jam 05.00 atau jam 08.00, jam 12.00, bahkan di jam 18.00 WIB sekalipun. Mereka akan dengan mudah menghafal setiap kondisi melalui penandaan waktu, yang mana berdampak pada aksi yang akan mereka pilih nantinya. 

Sympathetic space memberikan pengaruh pada kota dengan merespon beberapa aktivitas yang sengaja direkam dan memberikan pencitraan/kekhasan pada ruang tersebut. Sympathetic space pada konteks kota/urban memberikan kesempatan ruang berkolaborasi dengan waktu, yang mana setiap momentum waktu akan memberikan pendefinisian yang berbeda walaupun di ruang yang sama. Sympathetic space dapat diketahui dari melihat perubahan waktu dan gejala perubahan aktivitas akibat perubahan waktu tersebut. Hal ini dapat ditemukan di beberapa ruang publik di kawasan perkotaan, misalnya aktivitas pagi hari di bundaran HI memiliki aktivitas yang berbeda di malam hari. Kemunculan pedagang starling (starbak keliling) makin banyak di malam hari. Di berbagai sudut di sekitar bundaran HI memberikan kesempatan beberapa pengguna pejalan kaki untuk singgah dan berkumpul. Hal ini dikarenakan momentum dari sejumlah ambience yang ditimbulkan menciptakan suasana yang cozy/nyaman, ketika pengguna yang biasanya dari golongan pekerja atau sekedar nongkrong memanfaatkan area tertentu dan menciptakan ruangnya sendiri dengan aktivitas yang mereka ciptakan sendiri. Sympathetic space yang akan kita pahami dalam konteks urban ini muncul karena kebiasaan, didasarkan atas pengalaman, atau penandaan karena pengalaman lainnya baik dari individu tertentu atau pengalaman pengguna lain yang sengaja direkam olehnya. Gejala dari Sympathetic space ini bahkan dipengaruhi oleh gelap terang cahaya, suhu, ataupun pengaruh alam lainnya dan sekitarnya yang mempengaruhi aktivitas dan pergerakan objek pengguna khusus.

Pada dasar pemahaman mengenai sympathetic space, kita harus mampu membaca konteks lokasi dengan perimeter area tertentu dan lokasi lain di sekitarnya yang saling mempengaruhi melaui keterlibatan indera. Misalnya area Bundaran HI yang dipengaruhi oleh beberapa bangunan perkantoran, kanal sungai, bahkan image dari Bundaran HI itu sendiri yang terekam oleh indera. Bundaran HI pada konteks urban menjadi sebuah citra yang terfleksi oleh indera manusia secara kompleks, namun dapat diketahui oleh lainnya sebagai area yang ter-branding, bukan karena nilai historiknya, namun aktivitas yang secara spontan mempengaruhinya dan keterlibatan beberapa aktor pengguna untuk menghasilkan aktivitas tertentu.    

Sympathetic space dapat sengaja dihadirkan, misalnya pada pemahaman mengenai ruang terbuka publik. Ruang terbuka publik harus memenuhi beberapa persyaratan umum untuk menciptakan ruang yang simpatik (sympathetic space), diantaranya : (1) termasuk area/ruang yang dapat mengumpulkan sejumlah massa; (2) memiliki keterlibatan langsung dengan perubahan yang diakibatkan oleh alam (terjadi siang/malam, terjadi dingin/panas (terik), terjadi perbedaan hujan (basah)/ terang, dsb); dan (3) tingkat eksplorasi pengguna. Adapun persyaratan khusus untuk menciptakan sympathetic space, diantaranya: (1) elemen pembentuk tidak untuk mengarahkan pada 1 jenis aktivitas; (2) setiap komponen pembentuk berupa garis yang membentuk area memiliki pola yang dinamis; (3) pencahayaan menjadi komponen terpenting untuk membentuk psikologi ruang; (4) area dan komponennya dapat digunakan untuk setiap tingkatan dan kategori pengguna; (5) unsur keamanan menjadi priritas yang harus diperhatikan; (6) pengguna dapat menggunakan setiap komponen penyertanya untuk mendefinisikan setiap aktivitasnya dengan perbedaan waktu antara pagi, siang, dan malam; (7) gejala alam dan yang menyertainya menjadi pengaruh yang paling diadopsi untuk setiap elemen pembentuk ruang tersebut; dan (8) aktivitas biasanya terbentuk tergantung dari ambience sekitar yang akhirnya sengaja diciptakan di area tertentu.    

Sympathetic space atau ruang simpatik pada akhirnya memiliki dampak untuk menghubungkan antara indera, ruang itu sendiri, dan pengaruhnya terhadap gejala alam yang terjadi, serta kemungkinan proses 'merekam' yang berbeda antar aktor/pengguna di sekitarnya. Arsitek lanskap hadir memberikan arahan desain yang tidak monoton dan spesifik. Arsitek lanskap dan perancang kota berkolaborasi untuk merancang ruang yang fleksibel, namun tetap memberikan keamanan (safety value). Ruang simpatik bukan karena proses adaptasi, tetapi penerusan adaptasi itu sendiri yang telah berkembang menjadi nilai yang memaksimalkan cara kerja indera terhadap 'rekaman kejadian'. Rekaman kejadian bukan proses historik yang dikenang sebagai memori, namun masih berlaku untuk menentukan aksi terhadap aktivitas yang sengaja dihadirkan. 

Comments

Popular Posts