M E M I M P I K A N H I D U P ? - 04
CHAPTER 2
Pernyataan dan Pertanyaan
III. Masalahmu
Bukan Masalahku
Menjadi
berpengaruh di antara teman-temanmu sepertinya mustahil, kecuali ada di diri
kamu yang mereka inginkan. Misalnya nih ada temanmu ingin dapat nilai bagus di
ujianya, pastinya dia bakal ngedeketin kamu yang dianggapnya pintar. Coba saja
kamu dianggapnya ‘bodoh’, kamu tidak akan mempunyai arti baginya.
Masalah kerap ada di sepanjang perjalanan hidup kita. Berharap masalah itu
kadang tidak benar-benar menjadi masalah, masalah ada karena adanya standar
dalam hidup. Coba saja tidak ada standar atau lebih tepatnya pengakuan sosial,
pasti menjalani hidup akan semakin lebih mudah. Orang untuk dapat hidup karena
setidaknya perlu uang yang didapat dengan bekerja. Selanjutnya akan memunculkan
kebutuhan yang tidak terlalu perlu-perlu amat. Ya, karena itu datang dari
sebuah gaya hidup.
Kita terlalu sibuk untuk membuat standar hidup, menganggap hidup ‘yang apa
adanya’ sudah ketinggalan jaman. Kita akan dianggap kurang pergaulan dan ‘gaptek’,
akan menjadi wajar ketika hidup semakin tidak asik untuk dinikmati. Tinggal
tergantung kita sebenarnya mengikuti di sekitar kita atau mudahnya dengan
menjadi diri sendiri? Ketika sudah dinilai ‘wajar’, masalah akan berubah
menjadi keharusan.
Sama halnya
seperti temanmu yang mendadak hubungin
kamu sambil nanyain kabar, ya tapi ujung-ujungnya pinjam duit. Iya betul, hubungan
pertemanan pun menjadi sebuah kesepakatan, bahkan menjadi pemanfaatan.
Sebanarnya tidak masalah, asalkan pertemanan yang kamu miliki bisa kamu bina
dengan baik, jangan tiba-tiba muncul entah dari mana. Pola ini mudah terbaca, tetapi problem semacam ini
menjadi
penyakit sosial.
Ketika terjadilah
hutang, kebiasaan kita merasa tidak enak atau bahkan dengan dalih hitung-hitung
sedekah, maksudnya bantu teman yang kesusahan. Penulis berharap kamu bukan
contoh yang suka berhutang dan menghilang ya. Pernyataan semacam ini akan
muncul ketika teman kalian menghilang tanpa kabar atau pura-pura tuli, intinya
sih doi gak akan bayar hutangnya. Memang sih dalam semua agama mengajarkan kita
untuk saling membantu, tapi sebenarnya kamu telah menjerumuskan seseorang ke dalam dosa karena berhutang. “kok bisa gitu?”, pertanyaan
ini mudah untuk dijawab, misal sudah tahu kalo temanmu gak bakal bisa bayar
hutangnya, ya kenapa kamu kasih juga.
‘Hukum
sebab-akibat’ umum terjadi di kehidupan kita sehari-hari. Sewajarnya, hidup ini
penuh dengan perhitungan, salah melangkah memang menjadikan kita banyak dicela
terlebih dahulu dibandingkan ada seseorang yang mensupport kita. Kenapa kita
perlu berteman? Apa yang kira-kira ada dibenak pikiran teman-teman ? Bagaimana
dengan teman kita yang tidak terbuka ?
Pertanyaan semacam
ini, kita sebenarnya tidak menyadari untuk apa eksistensi dan keberadaan kita,
apalagi selama beraktivitas. Aktivitas di sekolah, kantor, bahkan di lingkungan
berkeluarga, komunikasi dengan orang tua, sangat jelas sekali kita berada di
lingkungan ‘itu’. Lingkungan yang sebenarnya memaksa kita untuk terus
berkomunikasi dan selalu didesak untuk melakukan penyesuaian.
Dengan tidak mendekati masalah, sebenarnya kamu nggak akan pernah mendapatkan informasi, cerita, atau sekedar
obrolan hanya dengan berdiam. Seberapa
lama kamu akan tahan dengan kesendirian ? Menghindari masalah sama
dengan kamu keluar dari arti hidup. Terkadang memang kita yang terlalu membuat
masalah itu seakan-akan ada dan menyusahkan kita sendiri. Kadang kita sengaja berdiam diri, justru seseorang disekitarnya
akan membicarakan kita, baik sekedar mempertanyakan atau justru mengolok-olok
perbuatanmu yang menyendiri itu. Keadaan semacam ini menunjukan dengan melakukan
atau tidak melakukan apapun, sebenarnya sudah termasuk menunjukan eksistensinya
bahkan kamu dengan sengaja menghadirkan dirimu sebagai ‘seseorang’.
Comments
Post a Comment