M E M I M P I K A N H I D U P ? - 03
CHAPTER 2
Pernyataan dan Pertanyaan
II. Hidup
Itu Butuh Ruang Nyata
“Apakah hidup itu
bisa memilih kita lahir dari keluarga apa dan bagaimana kita akan bertahan?”
Ujar penulis. Memilih untuk berperan menjadi siapa dan menjadi seperti apa, ini lah yang terpenting.
Ketika ‘memilih’, kita dihadapi dengan konsekeunsi. Enak atau tidak enak, baik
atau buruk, itu hanya sebatas penilaian.
Penilaian ini
cenderung memihak, berdoa saja ketika penilaian akan memihak dirimu. Penilaian itu sudah
pasti bersifat subjektif, karena sudah tahu mana bedanya salah dan benar.
Penilaian seperti memihak pada siapa yang kamu anggap, bisa jadi anggapan yang
benar atau menguntungkanmu atau lebih biasa memihakmu atau seseroang punya
kuasa tertentu, bahkan dapat menjadikanmu di dalam kemunitasnya. Putus asa dengan memilih yang salah, inilah
kenyataan yang bisa saja pahit atau mungkin kamu dihadapi dengan keputusan yang
seharusnya benar. Putus asa merupakan sifat alami manusia, ditambah jika
terjadi pengkhianatan. Kenyataan yang terjadi, putus asa akan mendekatkanmu
pada pilihan yang tepat. Kok bisa? Karena akan ada jawaban yang benar akan
menghampirimu segera.
Dari cara berteman,
kita akan tahu sebenarnya bentuk sifat alami yang kita miliki, seperti: ingin
menjadi pemarah, penggerutu, pemalas, pembohong, penyendiri, pembangkang,
penghasut, pengikut campur, dan sebagainya. Pilihan ini semoga tidak membuatmu
menyesal atas penilaian orang lain kepada kita. Ketika pilihan ini kamu
biarkan, kamu akan menjadi pilihan itu dan akan menjadi sibuk mengurusi orang
lain. “Betul sekali !”. Pada akhirnya, kamu akan lupa tujuanmu. Itulah
kenyataan hidup sebenarnya, kamu akan dialihkan atau tetap pada tujuanmu, yang
pastinya butuh teman yang saling memahami.
Banyak mengoreksi
diri, sadar atau tidak sadar, akan dibawa menuju “zona ketidakpastian”. Kenapa
bisa begitu ? Penulis sadar, lama kelamaan justru membuat kita menjadi bimbang
karena banyak pertimbangan dan mengambangkan kegelisahan. Kegelisahan yang
tidak mau untuk menganggap dirinya salah atau justru disekitarnyalah yang
salah. Yup, berusaha menyembunyikan yang seharusnya tidak dibenarkan karena
‘ketidakenakan’.
“Apakah kamu takut
kehilangan temanmu?” ujar penulis. Sebagian akan menjawab mungkin kamu takut
rahasiamu terbongkar atau ada ketakutan kalau saja justru temanmu akan
menjelek-jelekan dirimu. Atau bahkan kita berada pada posisi yang terlalu
membutuhkan? Ya, hidup ini penuh
dengan spekulasi dan memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.
Keadaan seperti ini akan membuat kita penuh dengan ketakutan untuk menjadi ‘tidak diterima’. Seperti biasa, teman bukan
dicari melainkan akan saling membutuhkan. Tidak masalah ketika tidak sepaham,
penulis akan bilang “masa bodoh amat”. “Kenapa?”, karena hidup akan berputar.
Comments
Post a Comment