Kesadaran Berinteraksi Dalam Menanggapi Wabah Virus Corona yang Mempengaruhi Eksistensi dan Fungsi Ruang Publik
Oleh Yudha Kartana Putra
Masterplanning and Landscape Expert
YKandpartner’s
Apabila dilihat dari kenaikan angka yang terjangkit positif virus corona/covid-19 di Indonesia, selain diperlukan penguatan ketahanan imunitas tubuh juga menghindari ekspansi ruang yang terjadi karena pergerakan yang tidak terkontrol. Penyebaran virus ini sudah terlanjur menyerang ke daerah-daerah selain ibu kota Jakarta. Hal ini juga dipengaruhi oleh sistem penanganan wabah yang belum terstandarisasi atau belum memiliki prosedur penanganan yang baku. Hal ini dilatarbelakangi oleh virus corona/covid-19 ini termasuk virus jenis baru. Kedua, ketidaktersediaan regulasi dan sarana medis, serta ketidakpahaman penanganan awal virus ini berdampak pada penyebaran yang tidak dapat terdeteksi dan menjadi tidak terkendali.
Presiden Joko Widodo mengumumkan perlunya kebijakan darurat sipil untuk mengatasi dampak viris Corona/covid-19. Kebijakan ini mengarah pada pembatasan interaksi sosial skala besar, physical distancing, dan mengikuti segala arahan dari pemerintah pusat yang mana pemerintah daerah tidak diperkenankan mengambil kebijakan secara mandiri. Penyebaran virus corona/covid-19 ini menciptakan kekhawatiran di daerah-daerah, sehingga menciptakan kebijakan atau tindakan karantina wilayah. Hal ini berakibat pada masing-masing daerah melakukan pembatasan pergerakan, baik disekitar area yang dikarantina maupun pergerakan antar kota.
Bagaimana kebijakan karantina wilayah ini akan dinilai aman secara fisik serta faktor pemenuhan kebutuhan dapat mudah dicapai? Bagaimana dampak dari penyebaran wabah corona/covid-19 ini terhadap aktivitas yang tidak mengikuti arahan kebijakan physical distancing ini? Seberapa peranan ruang untuk dapat mengawasi pergerakan dan memonitoring penyebaran wabah ini di tengah aktivitas masyarakat?
Kebijakan physical distancing ini akan mempengaruhi para individu dalam menjaga jarak. Hal ini juga akan mempengaruhi pola interaksi dan pemilihan orang yang akan diajak untuk berkomunikasi sosial. Manusia sebagai mahluk sosial yang ingin selalu berinteraksi. Melalui berkomunikasi, manusia dapat saling berhubungan satu sama lain baik secara individu maupun kelompok dalam kehidupan sehari-hari. Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia. Pada kenyataannya, di kehidupan perkotaan ataupun sekitarnya telah terjadi aktifitas kamunikasi dan interaksi secara masif, seperti di area publik ruang terbuka hijau, perkantoran, pusat perbelanjaan, pusat pendidikan, maupun hanya sekedar di rumah.
Kebutuhan ruang interaksi di perkotaan menjadi perhatian khusus karena keberadaanya sejalan dengan pengadaan ruang terbuka hijau kota dan menyediakan kesempatan masyarakat dalam menciptakan image kota. Pada UU No 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang yang mengatur proporsi ruang terbuka hijau (RTH) sebesar 30% dengan 20% pada lahan publik dan 10% pada lahan privat. RTH publik merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. RTH privat merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh swasta/masyarakat. Penyediaan RTH mendukung tata kelola penghijauan perkotaan yang berfungsi untuk meningkatkan produksi oksigen yang mendukung kehidupan bermasyarakat, mengurangi pencemaran udara, dan meningkatkan kualitas iklim mikro (Frick, 2006).
Adapun ditinjau berdasarkan fungsinya, ruang terbuka hijau memiliki dua fungsi yakni fungsi intrinsik dan ekstrinsik (Dirjentaru, 2008). Fungsi intrinsik terdiri atas fungsi ekologis, sedangkan fungsi ektrinsik meliputi fungsi sosial dan budaya, ekonomi, serta estetika. Nasution dkk (2011) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan masyarakat terhadap ruang publik antara lain jarak dari rumah, aksesibilitas, luasan ruang publik, fasilitas, keberadaan sektor informal, vegetasi, keamanan, kebersihan, estetika, fungsi rekreasi, fungsi interaksi sosial, dan kegiatan yang dilakukan di sana. Suatu taman kota dapat menciptakan sense of place, menjadi sebuah landmark, dan menjadi titik berkumpulnya komunitas. Taman kota sebagai ruang interaksi dan ruang terbuka hijau juga dapat meningkatkan nilai properti dan menjadi pendorong terlaksananya pembangunan.
Ruang publik menjadi trend dan motif bagi masyarakat untuk bersosialisasi dan melakukan pergerakan. Adapun ruang publik memberikan kesempatan bagi sebagian masyarakat untuk melakukan aktivitas jual-beli. Hal ini berakibat pada kebijakan yang membatasi dan memparsialkan kebutuhan ruang dengan aktivitas-aktivitas yang lebih spesifik. Berbagai jenis ruang terbuka publik terbentuk mengikuti kebutuhan masyarakat atau bahkan sengaja dimunculkan untuk memberikan nilai tambah pada suatu kawasan khusus.
Masyarakat tentunya akan mengalami kesulitan berinteraksi ketika adanya pembatasan pergerakan. Pembatasan pergerakan juga akan berdampak pada penerapan zona kontrol khusus. Zona ini seharusnya dengan mudah mendapatkan pelayanan dari pengamanan yang diketatkan. Zona ini seharusnya dinilai aman untuk setiap orang mulai berinteraksi. Keberadaan zona kontrol khusus ini juga dipengaruhi oleh seberapa besar konsisten dan seberapa lengkap pengkajian yang akhirnya mempengaruhi keputusan pembatasan pergerakan dari aktivitas karantina wilayah ini.
Pembatasan ini setidaknya akan mengubah kebiasaan untuk memilih jenis interaksi, siapa yang akan diajak berinteraksi, alasan dan intensitas, durasi, serta arah pergerakan tersebut. Keberadaan ruang publik seakan-akan menjadi ditakuti, bahkan sangat dihindari karena berpotensi untuk menjadi media penular wabah korona covid-19. Seharusnya kebijakan karantina wilayah ini sudah menjadi penjamin baik keamanan, kemudahan, serta sekedar memenuhi kehidupan sehari-hari, seperti kebutuhan pangan dan bekerja. Secara tidak langsung akan juga berpengaruh pada kekhawatiran adanya pengawasan yang lolos dari perbatasan, mengingat jumlah pasien positif corona semakin meningkat sampai dengan 1.986 kasus di seluruh Indonesia per tanggal 3 april 2020 dengan 181 Meninggal, 134 Sembuh.
Disamping itu, terjadi permasalahan baru di tengah wabah corona ini yang mana kesadaran masyarakat masih rendah mengingat sebagian masyarakat justru memilih untuk ‘pulang kampung’. Hal ini memang menjadi dilema yang ditunjukan dengan beberapa aktivitas, diantaranya : (1) lumpuhnya aktivitas ekonomi karena kekhawatiran di ruang publik serta tidak terpenuhinya kebutuhan harian, (2) mudik dadakan dinilai menjadi jalan keluar untuk menghindari beban ekonomi, apalagi wabah ini terjadi berdekatan dengan Hari Raya Idul Fitri, (3) berpotensi menjadi ruang berkumpul di terminal/stasiun yang memungkinkan mudahnya penyebaran corona/covid-19, dan (4) berpeluang terjadi pencampuran antar generasi di satu titik yang akan mendorong mudahnya tertular khusus pada golongan usia tua dan usia muda dengan riwayat penyakit tertentu, juga mengingat saat ini mempunyai gejala virus yang ini tidak tentu dari kondisi pada umumnya.
Selain kebutuhan interaksi dan ruang, karantina wilayah akan mendorong pergeseran persepsi kebutuhan. Kondisi semacam ini dibutuhkan kesiapan baik dari pemerintah dan masyarakat untuk menentukan parsial sub-wilayah baik di dalam area terisolasi maupun diluar atau sekitarnya untuk lebih memperkecil penyebaran virus corona yang semakin sulit terdeteksi. Hal ini juga akan mempermudah dalam memonitoring pergerakan masyarakat khususnya. Kondisi ini juga seharusnya dilakukan penentuan titik khusus untuk mempermudah masyarakat untuk menghindari kerumunan dan mudah dalam menjangkau kebutuhan kesehariannya. Langkah semacam ini dengan jelas pemerintah berwenang untuk menentukan langkah kebijakan untuk bekerjasama dengan toko-toko khususnya bahan pangan, agar dapat segera mempetakan titik distribusi. Pemetaan ini juga harus diikuti penjadwalan yang jelas agar meminimalisir kerumunan. Pelarangan terhadap golongan usia tua untuk melakukan pergerakan atau aktivitas tertentu yang mengharuskannya keluar. Golongan ini yang termasuk rentan tertular dan kemungkinan memiliki riwayat kesehatan yang kompleks.
Kebijakan physical distancing ini harus dilakukan dan harus ditaati untuk kepentingan bersama. Langkah ini untuk mencegah penularan virus corona/covid-19, selain itu juga berusaha melakukan isolasi mandiri apabila terjadi kemungkinan tertular. Ruang khusus isolasi memang sangat dibutuhkan baik di skala rumah, lingkungan ketetanggaan, skala RT/RW, skala kelurahan sampai kecamatan, atau bahkan pada ruas jalan tertentu.
Orang yang diduga terinfeksi akan mengalami kepanikan, secara psikologi ruang dia akan merasakan keterbatasan karena semakin sempit pergerakannya. Dalam istilah kedokteran, tindakan Coping menunjuk pada perilaku yang terlihat dan tersembunyi yang dilakukan seseorang untuk mengurangi atau menghilangkan ketegangan psikologi dalam kondisi yang penuh stres (Yani, 1997). Tindakan coping sangat disarankan motivasi atau respon perilaku positif dari keluarga, tetangga, bahkan masyarakat sampai dengan pemerintah untuk memecahkan suatu masalah atau mengurangi stres yang diakibatkan oleh suatu peristiwa tertentu.
Dukungan ini juga harus dihadirkan secara fisik dengan menyediakan ruang khusus karantina diri. Area ini harus syarat dengan pengaturan ruang dan tata letak yang tidak menimbulkan stres, merilekskan pikiran dan cukup udara segar masuk ke dalam ruangan. Penataan tata ruang luar dengan kombinasi penanaman tanaman khusus yang bersifat aroma terapi dan diatur agar tidak lembab. Ruangan ini juga dapat diakses oleh setiap orang yang ingin memberikan dukungan, baik suplai makanan, obat-obatan, dan dukungan psikologi yang nantinya diharuskan melalui ruang sterilisasi. Pemerintah dan masyarakat harus cepat bertindak dan tidak gegabah dalam melakukan suatu kebijakan karena akan berdampak pada ‘kesiapan’ dalam segala aspek. Hindari untuk tidak tergantung pada rumah sakit karena sangat jelas akan mengakibatkan kepanikan apabila wabah ini menjadi terkontrol.
Masyarakat harus bersedia untuk melakukan konsultasi dan kesediaannya untuk dilakukan isolasi apabila terjangkit virus ini. Peranan masyarakat harus mampu mengontrol dan mengenal setiap area, serta mampu melakukan pencatatan golongan usia muda, anak-anak, dan golongan usia tua. Begitupun dengan pencatatan sekedar mengetahui riwayat kesehatan orang sekitar pada area setempat. Pembentukan komunitas pada setiap sub parsial area menjadi sangat penting dan harus didukung oleh rantai koordinasi yang cepat dan tepat kepada pemerintah daerah setempat.
Ruang publik yang digunakan untuk berinteraksi di lingkungan masyarakat juga seharusnya diparsialkan berdasarkan tipe pengguna dan jenis interaksi serta intensitas aktivitasnya. Parsial ruang ditujukan untuk membatasi kemungkinan potensi berkumpul dengan kapasitas yang berlebih. Sepatutnya pemerintah perlu membangun kekuatan pertahanan tata ruang untuk siap menghadapi bencana terkait dengan wabah penyakit (bio-disaster). Keterlibatan dan diskusi dengan ahli tata ruang, urban planning, dan ahli lanskap (landscape) baik selama wabah corona ini berlangsung ataupun pasca wabah harus segera dilakukan. Tidak hanya sekedar kajian dan konsep, tetapi harus mengarahkan pada keputusan yang cepat dan tepat.
Melalui himbauan yang tegas dan kebijakan yang diperhitungkan, masyarakat tidak lagi ketakutan di keramaian di suatu ruang publik. Masih ada masyarakat tetap beraktifitas dan masih melakukan aktivitas berkumpul. Hal ini berdampak pada resiko penularan yang akan semakin berpotensi besar. Apalagi sebagian orang masih melakukan perjalanan terutama untuk bekerja. Tidak dapat dijamin, diketahui, ataupun dideteksi secara pasti apakah akan membawa virus ke tengah lingkungan masyarakat atau keluarga dan siapa yang akan tertular dengan riwayat kondisi kesehatan yang rentan. Hal ini seharusnya sudah menjadi perhatian penting terhadap pembatasan ruang yaitu teritori yang sengaja dirancang agar terbebas dari potensi penularan wabah corona/covid-19.
Lingkungan sekitar perlu dilakukan rekayasa lanskap yang seharusnya tetap dapat digunakan oleh masyarakat untuk berinteraksi. Perlu adanya pengaplikasian dan membagi-bagi program pergerakan dan beraktivitas. Program ini akan membentuk kejelasan klasifikasi ruang selam karantina wilayah atau di tengah wabah corona/covid-19, dari sekedar bertemu dan berkumpul, membeli bahan pangan, sampai dengan tetap memaksakan untuk bekerja. Program yang dijalankan harus sejalan dengan kebiasaan dan prioritas tujuan penggunaan oleh masyarakat setempat. Hal ini dilakukan mengingat kondisi tidak biasa dan cenderung melawan kebijakan yang selalu ditunjukan dari kebiasaan masyarakat di sebagian besar daerah di Indonesia. Kebijakan pemerintah daerah yang ditujukan untuk perusahaan-perusahaan pun harus tegas, salah satunya dengan melakukan work from home atau dapat melalui kerjasama dengan tetap menerapkan physical distancing¸ pengadaan alat pembersih tangan (hand sanitizer) di area-area vital berkumpul dan sterilisasi setiap hari setelah jam kantor selesai.
Comments
Post a Comment